Tanaman pare berasal dari kawasan Asia Tropis, namun belum dipastikan sejak kapan tanaman ini masuk ke Indonesia. Saat ini tanaman pare sudah dibudidayakan di berbagai daerah. Umumnya, pembudidayaan dilakukan sebagai usaha sampingan. Pare ditanam di lahan pekarangan, atau tegalan, atau di sawah bekas padi sebagai penyelang pada musim kemarau.
Ada sederetan penyembutan nama bagi tanaman pare. Misalnya paria, parea, pepareh, popare, papari, pepare, pariane, kambeh, paya, prieu, foria, pariak, paliak, truwuk, paita, poya, pudu, pentoe, beleng-gede, pania, pepule, kakariano, dan taparipong. Ini menunjukkan bahwa tanaman ini sudah tersebar hingga ke pelosok daerah.
Kandungan gizi yang ada pada pare antara lain kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin (A, B, C), dan air. Karena kandungan senyawa dan gizi di dalamnya tersebut, maka tanaman ini banyak dimanfaatkan bagi kesehatan.
Salah satunya adalah untuk mengobati disentri. Caranya, rebus saja pare yang masih muda dan segar secukupnya, lalu konsumsi sebagai lalapan. Untuk sayur tumis, potong-potong pare secukupnya, lalu masukkan ke dalam bumbu tumis hingga matang. Konsumsi tumis sayur atau lalapan pare ini secara rutin.
Untuk pengobatan kencing manis, sediakan pare segar lalu cuci bersih dengan air dan lumatkan. Tambahkan 1/2 gelas air bersih, aduk, dan peras ramuan. Minum ramuan ini sehari sekali selama 2 minggu hingga sembuh.
Untuk pengobatan bisul, Anda bisa mengambil 1 buah pare segar, melumatkannya dan mengoleskannya pada bagian yang terkena bisul. Lakukan secara rutin pada pagi dan sore hari.
Bronkhitis bisa juga diobati dengan pare. Caranya, sediakan saja 2-3 pare, lalu diambil sarinya. Tambahkan 1 sendok makan madu, lalu minum sehari sekali selama 3 bulan. Resep yang sama bisa juga digunakan untuk menyembuhkan anemia, radang perut, nyeri haid, reumatik, dan melangsingkan tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar